Minggu, 20 Januari 2013

makalah hospitalisasi DBD / CHF


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat kami susun, makalah ini membahas “ Asuhan Keperawatan dan Kasus Demam Berdarah Dengue Dengan Hospitalisasi Pada Anak”. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Kami  harap semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat dalam setiap pembelajaran dan dapat menambah wawasan para pembaca.
                                   

                                                                              Pariaman, 16 Oktober 2012

                                                                                                     MUTIA AULIA ZARMA













DAFTAR  ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
1.1  Latar Belakang..................................................................................
1.2 Tujuan................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
II.A Konsep Dasar Hospitalisasi...........................................................
II.A.1 Pengertian Hospitalisasi...............................................................
II.A.2 Macam-macam Hospitalisasi........................................................
II.A.3 Rentang Respon Hospitalisasi......................................................
II.A.4 Manfaat Hospitalisasi...................................................................
II.A.5 Dampak Hospitalisasi...................................................................
II.B Hospitalisasi Pada Anak................................................................
II.B.1 Stress Pada Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit.......................
II.B.2 Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah.............................................
II.B.3 Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Usia Prasekolah Terhadap Hospitalisasi
II.B.4 Reaksi Anak Usia Prasekolah Terhadap Stres Akibat Sakit Dan Dirawat Di Rumah Sakit
II.C Asuhan Keperawatan Teoritis Hospitalisasi DBD
II.C.1 Pengertian  ...................................................................................
II.C.2 Etiologi.........................................................................................
II.C.3 Patofisiologi..................................................................................  
II.C.4 Manifestasi Klinis.........................................................................
II.C.5 Klasifikasi.....................................................................................
II.C.6 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................
II.C.7 Asuhan Keperawatan...................................................................
BAB II.D LAPORAN KASUS DHF...................................................  
BAB III PENUTUP..............................................................................
III. 1  Kesimpulan...................................................................................
III. 2  Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA         
BAB I
PENDAHULUAN

I.1    Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya berupa cemas, rasa kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit, jika masalah tersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi perkembangan psikososial, terutama pada anak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akan diberikan, karena yang mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan terganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi maka peran perawat adalah tetap memberikan dukungan  (support) dan dorongan kepada klien yang efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut akan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Selain itu perawat juga berperan sebagai promotif  yang memberikan pandangan pada keluarga agar selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih pada klien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran orang terdekat dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien mengalami perawatan.



I.2 Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien yang mengalami hospitalisasi
2.    Tujuan Khusus
a.       Menjelaskan konsep dasar hospitalisasi
b.      Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien hospitalisasi secara teoritis



























BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Konsep Dasar Hospitalisasi

II.1 Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005, hal : 665 )
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188 ).  Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi permasalahannya (Hallstrom dan Ellander, 1997.  Brewis, E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress ( Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188 ).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit. ( Stuart, 2007, hal :102 )
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang dilakukan selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang baru dan belum bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.

II.2.      Macam – macam hospitalisasi
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
a.       Hospitalisasi Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b.      Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.
c.       Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak memerlukan  persetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
d.      Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan  atau sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status volunter. 

II.3.      Rentang Respon Hospitalisasi
Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut  :
a.       Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukan diatas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.

Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya .
1)      Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan  terjadi stranger anxiety atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2)      Masa todler ( 2-3 tahun )
      Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya :
a)      Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b)      Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c)      Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
3)      Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
      Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah sakit mengakibatkan anak kehilangan control terhadap dirinya
4)      Masa sekolah (6-12 tahun )
      Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
5)      Masa remaja (12 – 18 tahun )
      Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit membuat anak kehilangan control terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering muncul pada terhadap pembatasan aktivitas ini adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan ( isolasi ).
b.      Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
      Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai berikut :
1)      Perasaan cemas dan takut
a)      Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit pasien (Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
b)      Rasa takut muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193).
c)      Perilaku yang sering ditunjukan keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)      
2)      Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga menurut Supartini (2000, dikutip oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah sebagai berikut :
a)      Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk sembuh.
b)      Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3)      Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini (2004, hal. 193-194), adalah sebagai berikut :
a)      Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga, baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.     
b)      Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini, 2004).

II.4.      Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :
a.       Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
b.      Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur,  penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.
c.       Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapatatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan keluarga dan dorong terus untuk meningkatkannya
d.      Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan  padanya untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok yang baru
II.5.      Dampak Hospitalisasi
Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek,yaitu privasi,gaya hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a.       Privasi
Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien kehilangan sebagian privasinya.
b.      Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah seorang pejabat.
c.       Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia akan “pasrah” terhadap tindakan apa pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit,akan mengalami peruahan otonomi.
d.      Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang perawat,peran yang diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada individu,tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1)      Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi perubahan peran dalam keluarga.
2)      Maslah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang dirawat.
3)      Kesepian
Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi dengan keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh kesedihan.
4)      Perubahan kebiasaan sosial
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial dimasyarakat pun mengalami perubahan.

B. Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).   
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak.
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
II.B.1.  Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit 
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).  Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat  berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. 
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998). 
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu.
Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Beberapa perubahan lingkungan fisik yang dialami selama dirawat di rumah sakit, pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami stres emosi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat.
Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang  dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes (  phase of protest),  tahap putus asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial).
Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat-kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain.  Tahap putus asa menampilkan perilaku anak yang cenderung tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis.
Tahap berikutnya dalah tahap menolak dimana anak samar-samar menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua. Selain kecemasan akibat perpisahan, anak juga mengalami cemas akibat kehilangan kendali atas dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan agresif (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Kecemasan yang muncul merupakan respon emosional terhadap penilaian sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart & Sundeen, 1998). Sedangkan menurut Gunarso (1995), kecemasan juga dapat diartikan rasa khawatir takut tidak jelas  sebabnya. Seseorang yang mengalami kecemasan memiliki rentang respon dan tingkatan yang berbeda-beda. Menurut Suliswati (2005), ada empat tingkat kecemasan yang dialami individu, yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, serta panik.
Seseorang dapat dikatakan mengalami cemas ringan (mild anxiety) apabila dalam kehidupan sehari-hari seseorang kelihatan waspada ketika terdapat permasalahan. Pada kategori ini seseorang dapat menyelesaikan  masalah secara efektif dan cenderung untuk belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Pada kecemasan sedang (moderat anxiety) yang biasa terlihat pada seseorang adalah menurunnya penerimaan terhadap rangsangan dari luar karena individu cenderung fokus terhadap apa yang menjadi pusat perhatiannya. Sementara itu pada kategori kecemasan berat (severe anxiety) lahan persepsi seseorang sangat menyempit sehingga perhatian seseorang hanya bisa pada hal-hal yang  kecil dan tidak bisa berfikir hal lainnya.
Kategori terakhir dari tingkat kecemasan adalah panik (panic). Panik merupakan tahap kecemasan yang paling berat. Pada kategori ini, biasanya seseorang tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Biasanya berhubungan dengan terperangah, ketakutan,  dan teror. Dengan panik, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi yang dapat menimbulkan  tingkah laku maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat  atau panik (Suliswati, 2005).
Pada seseorang tanda dan gejala kecemasan dapat ditemukan dalam batasan karakteristik kecemasan yang berbeda (Tucker, 1998). Pada kecemasan ringan biasanya ditandai dengan perasaan agak tidak nyaman, gelisah, imnsomnia ringan akibat perubahan pola perilaku, perubahan nafsu makan ringan. Sementara pada kecemasan sedang merupakan  perkembangan dari kecemasan ringan. Seseorang akan terlihat lebih  berfokus pada lingkungan, konsentrasi hanya pada tugas individu, dan  jumlah waktu yang digunakan dalam mengatasi masalah bertambah. Selain itu, terjadi takipneu, takikardi, serta terjadi peningkatan ketegangan otot  karena tindakan fisik yang berlebihan (Tarwoto dan Wartonah, 2004). 
Tanda dan gejala pada kecemasan berat merupakan lanjutan dari kecemasan sedang. Biasanya seseorang akan mengalami perasaan  terancam, terjadi perubahan pernafasan, perubahan gastrointestinal, serta perubahan kardiovaskuler. Selain itu, seseorang yang mengalami  kecemasan berat akan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi (Stuart & Sundeen, 1998). Sementara itu, tanda dan gejala klinis dari kategori panik menurut Townsend (1998), merupakan gambaran dari kecemasan tingkat berat sekali dengan tanda hiperaktifitas atau imobilisasi  berat.
Kecemasan yang timbul baik akibat perubahan fisik maupun psiko-sosial pada anak yang dirawat di rumah sakit membuat anak  merasa tidak nyaman dan tertekan. Kondisi tersebut akan menimbulkan stress pada anak selama masa perawatan di rumah sakit dan sering dikenal  dengan stress hospitalisasi.
II.B.2. Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun (Supartini, 2004).  Menurut Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar sudah dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks. Selain itu, kelompok umur ini juga mempunyai  kebutuhan khusus, misalnya, menyempurnakan banyak keterampilan yang  telah diperolehnya. Pada usia ini, anak membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya. Biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman sepermainan yang menyenangkan. Anak belum mampu membangun suatu gambaran mental terhadap pengalaman kehidupan sebelumnya sehingga dengan demikian harus menciptakan pengalamannya sendiri (Sacharin, 1996). 
Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut membuat anak menjadi stres atau tertekan, Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur. 
Anak usia sekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak.
Kecemasan pada anak biasanya muncul karena berbagai perubahan yang muncul di sekelilingnya, baik fisik maupun emosional. Dapat juga akibat kurangnya support system yang ada di sekitarnya. Sedangkan gejala klinis kecemasan yang sering ditemukan pada anak adalah perasaan cemas, kekhawatiran, dan mudah tersinggung (Hawari, 2001). Selain itu, pada anak yang mengalami kecemasan, dalam kesehariannya terlihat tidak tenang, konsentrasi menurun, adanya perubahan pola tingkah laku dalam kesehariannya, bahkan hingga dapat menyebabkan gangguan pola tidur. 
Anak yang mengalami kecemasan akan memunculkan respon fisologis, seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pola nafas yang semakin cepat atau terengah-engah. Selain itu, dapat pula terjadi perubahan pada sistem pencernaan dan neuromuscular seperti nafsu makan menurun, gugup, tremor, hingga pusing dan insomnia. Kulit mengeluarkan keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan. 
Selain respon fisiologis, biasanya anak juga akan menampakkan respon perilaku, seperti gelisah, ketegangan fisik, tremor atau gemetar, reaksi kaget, bicara cepat, menghindar, hingga menarik diri dari hubungan interpersonal. Respon kognitif yang mungkin muncul adalah perhatian terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, tidak mampu berkonsentrasi, dan ketakutan. Sedangkan respon afektif yang biasa muncul adalah tidak sabar, tegang, dan waspada (Stuart & Sundeen, 1998).
II.B.3. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit bereda-beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perkembangan usia  anak merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan proses perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda  sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), semakin muda anak semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat merasakan adanya pemisahan. 
Selain itu, pengalaman anak sebelumnya terhadap proses sakit dan dirawat juga sangat berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004). Sistem pendukung (support system) yang tersedia akan membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dimana ia dirawat. Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau saudaranya.  
Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan  treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat merasa kesakitan. Sistem pendukung yang mempengaruhi reaksi anak selama masa perawatan termasuk di dalamnya adalah keluarga dan pola asuh yang didapat anak dalam di dalam keluarganya. Keluarga yang kurang mendapat informasi tentang kondisi kesehatan anak saat dirawat di rumah sakit menjadi terlalu khawatir atau stres akan menyebabkan anak menjadi semakin stres dan takut. Selain itu, pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit.
Berbeda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk aktivitas sehari-hari anak akan lebih kooperatif bila dirumah sakit. Selain itu, keterampilan koping dalam menangani stress sangat penting bagi proses adaptasi anak selama masa perawatan. Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima kondisinya yang mengharuskan dia dirawat di rumah sakit, anak akan lebih kooperatif selama menjalani perawatan di rumah sakit.


II.B.4. Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Stres akibat Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit 
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah  mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik pada status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nur Salam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Akibat dari hospitalisasi akan berbeda-beda pada anak bersifat individual dan sangat tergantung pada tahapan perkembangan anak.
Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya sebagai hukuman sehingga timbul perasaan malu dan bersalah. Ada beberapa diantaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Jika anak sangat ketakutan, anak dapat menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang-nendang, hingga berlari keluar ruangan. Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua.
Anak pada usia pra sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya terlambat (Wong, 2000). Biasanya anak akan melontarkan beberapa pertanyaan karena bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.
Reaksi anak usia prasekolah terhadap perpisahan adalah kecemasan karena berpisah dengan lingkungan yang nyaman, penuh kasih sayang, lingkungan bermain, permainan, dan teman bermain. Reaksi kehilangan kontrol anak merasa takut dan khawatir  serta mengalami kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu yang erat (Wong, 2000).
Anak harus mengatasi berbagai sumber stress seperti rasa sakit, lingkungan rumah sakit, aturan- aturan dokter serta  treatment yang diberikan. Proses perawatan yang sering kali membutuhkan waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi  penyakit yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap penyakitnya.
Beberapa prilaku anak dalam upaya beradaptasi terhadap masalahnya selama dirawat di rumah sakit, antara lain dengan penolakan (avoidence), anak akan berusaha menghindari situasi yang membuatnya tertekan. Biasanya anak bersikap tidak kooperatif terhadap petugas medis. Selain itu anak akan berusaha mengalihkan perhatian (distraction) dari pikiran atau sumber yang membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak di rumah sakit misalnya membaca buku cerita, menonton televisi, atau bermain mainan yang disukai. Anak akan berusaha untuk aktif (active),  mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara aktif.
Perilaku yang sering dilakukan seperti menanyakan kondisi sakitnya kepada petugas medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif, minum obat secara teratur, dan mau beristirahat sesuai dengan peraturan.akhirnya, anak akan berusaha mencari dukungan dari orang lain (support seeking) untuk melepaskan tekanan yang dialaminya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunngui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat menjalani  treatment, dan minta dipeluk saat merasa kesakitan.













II.C     Asuhan Keperawatan Teoritis Hospitalisasi dengan DBD
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) / Dengue haemorhagic fever (DHF)
II.C.I.  PENGERTIAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
II.C.2. ETIOLOGI
Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.
II.C.3. FATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.

II.C.4. MANIFESTASI KLINIS
-          Demam tinggi 5-7 hari.
-          Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma.
Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
-          Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
-          Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
-          Sakit kepala.
-          Pembengkakan sekitar mata.
-          Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
-          Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah,capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah)
II.C.5. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
Derajat IV : ³Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.



II.C.6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Minum banyak 1,5 liter – 2 liter/24 jam (dengan air teh, gula, susu).
Antipiretik jika terdapat demam.
antikonvulsan jika terdapat kejang.
Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat
II.C.7. Asuhan keperawatan pada Demam Berdarah Dengue / DHF
1.      Pengkajian
I.    BIODATA
      A.  Identitas Klien
Nama                                                                  :    An. “ N ”
Tempat Tgl Lahir / Usia                                     :    Padang 5 April 2006 / 6 Thn
Jenis Kelamin                                                     :    Perempuan
Agama                                                                :    islam
Alamat                                                               :    Perum mega Permai
Tgl. Masuk                                                         :    15 Oktober 2012
Tgl. Pengkajian                                                  :    16 Oktober 20
Diagnosa Medik                                                 :    Observasi DHF
Rencana Therapi                                                :    Pemeriksaan Hb, Ht, pemasangan infus

B.   Identitas Orang Tua
1. Ayah
      Nama                                                            :    Tn. “ F “
      Usia                                                              :    28 Thn
      Pendidkan                                                    :    SMA
      Pekerjaan                                                      :    P N S
      Agama                                                          :    Islam
      Alamt                                                           :    Perum mega Permai

2.  Ibu
      Nama                                                            :    Ny. “ M “
      Usia                                                              :    26 Thn
      Pendidkan                                                    :    SMA
      Pekerjaan                                                      :    I R T
      Agama                                                          :    islam
      Alamt                                                           :    Perum mega Permai

II.  KELUHAN UTAMA
            Klien mengeluh demam, sakit kepela, mual, muntah, dan malas makan, juga mengeluh susah tidur, dan jantungnya selalu berdebar-debar. Karena klien merasa tidak enak maka klien minta diantar sama keluarganya untuk dibawa kerumah sakit Labuang Baji saat ini klien masih merasakan keluhan yang sama.

III. RIWAYAT KESEHATAN

      A.   Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala sakit yang dirasakan klien dirasakan sejak 3 hari yang lalu setelah klien pulang dari sekolah. Klien pada saat itu pingsan dsan kemudian klien dibawa kedokter praktek oleh dokter praktek klien dianjurkan untuk diopname kerumah sakit untuk menghindsari hal yang tidak diinginkan, setibanya dirumah sakit klien kemudian diopname dan klien diberi cairan infus dan dianjurkan untuk banyak minum.
      B.   Riwayat kesehatan Lalu
Klien pernah mengalami gejala yang sama pada 3 tahun yang lalu, tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan sembuh dengan obat dari dokter.
      C. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama atau penyakit yang berbahaya yang di derita oleh klien dan Klien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.

A.    Pemeriksaan fisik
1.     Berat badan                           :  14 Kg
2.     Tinggi badan                         :  100
3.     keadaan umum klien nampak lemah dan murung
4.     Tanda-tanda vital :
-         Suhu                                                      :           38,6 O C
-         Nadi                                                      :           100 kali permenit
-         Tekanan darah                                      :           120 kali permenit
-         Respirasi                                               :           28 kali permenit.

DATA SUBJEKTIF
DATA OBJEKTIF
Klien mengeluh demam, sakit kepala, mual, muntah, dan malas makan.
 Klien mengeluh susah tidur dan jantungnya selalu berdebar-debar.
  Klien tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya sakit.
Klien merasa cemas dan tidak ingin berlama-lama dirumah sakit.
Selera makan berkurang dengan frekuensi 3 kali sehari dan tudak dihabiskan.
Klien nampak lemah dan murung
TTV :
37,5 o C
TD : 120/80 mmHg
R : 28 kali per menit
N : 100 kali permenit.
Konjungtifa anemi, bibir pucat, bibir kering.
Kulit klien nampak kotor, dan terdapat bintik-bintik merah pada kulit. 
Kuku klien nampak kasar, kebersihan kurang terpelihara. 


2.      Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
g. Ketakutan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan dengan keluarga.
3. Intervensi
a. Gangguan volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat.


b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti atau diketahuinya
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien


e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan intra vena.
 f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil
Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.
Intervensi
1) Observasi tingkat kesadaran klien
2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).
3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.
G. Ketakutan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan dengan keluarga.
1)      Tujuan :
Pasien akan mengatasi secara efektif rasa takut yang dihubungkan dengan hospitalisasi.
2)      Kriteria Hasil :
a)      Salah satu dari keluarga tetap tinggal bersama pasien
b)      Keluarga ikut berpartisipasi dalam pemberian makan, kebersihan dan kegiatan pasien sehari-hari.
3)      Intervensi & Rasional :
a)      Beri dorongan kepada keluarga untuk menetap kedalam ruangan dengan pasien atau meminta anggota keluarga lain untuk bersama pasien.
Rasional : Keluarga dapat memberikan rasa aman dan mencegah dari perkembangan dari ketidakpercayaan.
b)      Tanyakan kepada keluarga bagaimana mereka berharap untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan keluarga maupun pasien
c)      Orientasikan keluarga pada divisi, suplai dan lingkungan keperawatan
Rasional : Lingkungan yang asing akan mengancam kepercayaan keluarga dan menimbulkan kelemahan terhadap layanan keperawatan yang diberikan.
4. Evaluasi.
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi
g. Ansietas teratasi
II.D.    LAPORAN KASUS DHF
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A
DENGAN DHF

Pengkajian dilakukan
pada tanggal  15 Oktober 2012. Jam 09. 00 WIB
I.                   IDENTITAS DATA
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Tn. F
Nama Ibu : Ny. M
Pekerjaan Ayah : P N S
Pekerjaan Ibu : I R T
Alamat : Perum Mega Permai
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : SMA
Tgl MRS : 15 Oktober 2012
No. reg : 5477905
dx. medis : DHF

II. KELUHAN UTAMA
Ibu mengatakan anaknya panas


III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Kurang lebih 3 hari yang lalu anak panas tinggi, mendadak, timbul bintik- bintik dikulit seperti digigit nyamuk, gusi berdarah, tidak mimisan, pusing, muntah 2 kali ½ gelas belimbing dengan konsistensi cair seperti apa yang dimakan dan diminum, batuk, tidak pilek dan oleh keluarga untuk dibawa berobat kepuskesmas Bangetayu dan dilakukan pemeriksaan darah tetapi hanya beberapa saat anak dirujuk ke RSDK semarang untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
• Klien pernah mengalami gejala yang sama pada 3 tahun yang lalu, tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan sembuh dengan obat dari dokter.
• Tindakan operasi
An.C belum pernah dilakukan tindakan operasi.
• Kecelakaan
An.C tidak pernah mengalami kecelakaan.
• Imunisasi
An. C sudah lengkap mendapatkan imunisasi dasar
Usia 1 bulan : BCG
Usia 2-3 bulan : Hep. B I, II, III, Polio I, II dan DPT I, II
Usia 4 bulan : DPT III dan Polio III
Usia 9 bulan : Polio IV dan Campak

V. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
• Pre Natal
Selama kehamilan Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan rutin kebidan kurang lebih 6x dan mendapatkan imunisasi TT 2x. ibu pertama kali periksa kehamilan pasa saat usia 4 bulan kehamilan. Ibu juga menyatakan tidak pernah menderita sakit selama hamil, obat yang diminum selama hamil yaitu tablet penambah darah dari bidan.
• Natal
An. C lahir ditolong oleh dukun, lahir spontan, langsung menangis, lahir cukup bulan (9 bulan 4 hari). BBL tidak ditimbang dan untuk panjang badan, LK, LLA, LD juga tidak diukur karena didukun tidak ada alatnya.
• Post Natal
An. C diasuh sendiri oleh kedua orang tuanya dan diberi ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia 6 bulan An. C diberikan susu formula dan bubur tim dan diberi makan nasi biasa sampai sekarang.

VI. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ibu mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit seperti klien, ibu juga menyatakan tidak ada tetangganya yang menderita penyakit yang sama dengan yang diderita An.A.

VIII. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
1.      Pertumbuhan
Ibu menyatakan An. A lahir cukup bulan (9 bulan 4 hari), menurut ibu An. A tumbuh normal seperti anak- anak yang lain. Ibu menyatakan BBL dan PB tidak diukur, BB Sekarang : 14 Kg, dengan TB : 100 cm.
2.      Perkembangan
Menurut keterangan ibunya An. A saat usia 11 bln sudah bisa berjalan dengan dipegangi kedua lengannya. Saat ini semenjak sakit An. A lebih banyak berada di tempat tidur karena badanya lemas dan anak juga kurang gerak. Perkembangan bahasa An. A sudah mulai mengoceh sejak usia 6,5 bln dan sekang anak sudah bisa mengucapkan kata-kata dan menyusun kalimat serta menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya.

IX. PENGKAJIAN NUTRISI
• Berat badan : 10 kg
• Tinggi badan : 100 cm
• Kebiasaan pemberian makanan
Sebelum sakit, An. A biasa makan 3 x/hari (pagi, siang, malam) dengan menu lengkap (nasi, lauk pauk dan sayur). An. A terbiasa minum susu Bendera di rumah.
- Selama sakit, anak A makan dengan diet 3x Lunak dan susu 3 x 200 cc, An. A tidak bisa makan seperti biasa, tetapi harus memerlukan bantuan perawat/ortu
• Diet khusus
Sebelum sakit, An. A tidak sedang menjalani diet khusus.
Saat sakit, An. A harus diberikan diet 3x Lunak dan susu 3 x 200cc.


X. PEMARIKSAAN FISIK
1.      Keadaan Umum : Baik
Keasadaran : composmentis
Vital sign :
N : 100 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 38,6 o C
2.      Sistem pernafasan
Nafas melalui hidung, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan otot bantu
pernafasan, RR 20 x/menit (reguler).
Paru-paru
Ins : Simetris statis dinamis (SSD)
Pal : taktil fremitus teraba sama kuan pada paru kanan-kiri
Pe : sanor di semua lapang paru.
Aus: Vesikuler
3.      Sistem kardiovaskuler
Tidak ada cyanosis, kapiler refill 3 detik, akral hangat.
Jantung :
Ins : ictus cordis tak tampak
Pal : ictus cordisr teraba di IC ke V
Pe : pekak
Aus: S1 dan S2 murni, tidak ada suara tambahan (s3)
4.      Sistem Pencernaan
Ibu mengatakan sebelum dirawat anaknya BAB 1-2 x/hari, konsisitensi padat, warna coklat,
saat ini an. C BAB 1-2 x/hari, konsistensi lembek, warna hitam.
Ins : Perut datar
Aus : Bising Usus 20 x/menit
Per : Timpani
Pal : Hepar dan Lien tidak teraba
5.      Sitem perkemihan
Ibu menyatakan sebelum dirawat anak BAK tidak mengalami keluhan sakit, dan BAK 6-8 x/hari, selama dirawat anak BAK 6-7 x/hari, warna kuning, bau khas. Anak tidak mengelug saat berkemih.
6.      Sistem Muskuloskletal
Anak tidak mengalami kelemahan otot, naka kurang gerak hanya tiduran ditempat tidur, ADL sepenuhnya dibantu oleh orang tua, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 5. pada tangan kanan terpasang infuse Z-A ½ N 15 tpm. Dengan tonus otot baik.
7.      Sistem reproduksi
Anak berjenis kelamin laki-laki, tidak ada pembesaran pada scrotum, tidsak ada hipospadia.
8. Sistem Integumen
Kulit anak berwarna coklat, turgor kulit cukup, tekstur kenyal, anak terpasang infus di tangan kanan dan terdapat bintik-bintik warna merah dibawah kulit. (ptecie).

XI. DATA PENUNJANG
• Hasil laboratorium tanggal 15 Oktober 2012
Hb : 11,70 gr%
Ht : 35,3 %
Erit : 4,20 jt/mmk
MCH : 27,60 pg
MCV : 83,80 fl
MCHC : 33,10 gr/dl
Leukosit : 6,10 rb/mmk
Trombosit : 19,50 rb mmk

XII. PROGRAM TERAPY
- Infus Z- A ½ N 15 tpm
- Inj. Amoxan 3x 250 mg i.v
- Inj. Kalmetason 3x1/2 amp. i.v
- Sanmol 3x11/2 sendok teh p.o
- Diet : Diet 3x Lunak dan susu 3 x 200 cc

Keseimbangan cairan Intake Out put
Makan/minum : 400 cc
Infus : 430 cc
Urine : 1100
Iwl : 84: 830 cc : 1184 cc. Bc : - 354 cc
ANALISA DATA
Nama : An. A
Umur : 6 th
No Hari/tanggal Data Etiologi Masalah
Senin, 15 Oktober 2012
Ds :
Ibu klien mengatakan An.A badanya panas semakin tinggi sudah tiga hari.
Do ;
S : 38,6 0 C
N : 100x/mnt
RR : 20x/menit
Badan teraba hangat
Proses penyakit Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)

Senin, 15 Oktober 2012
Ds :
Ibu mengatakan sejak panas an. A ,malas minum dan makan
Do :
- Mukosa bibir kering
- Mata terlihat cekung
- Turgor kulit cukup.
- Perdarahan bawah kulit (pticie).
- Ht : 35,3 %
-  Trombosit : 19.50 rb/mmk
- Balance cairan : - 354 cc Out put berlebih akibat Peningkatan permeabilitas kapiler

Ganguan kesembangan cairan
Senin, 15 Oktober 2012
Ds :
Ibu klien mengatakan An. A badanya lemas dan lemah
Do:
Klien terlihat lemah
Klien hanya di tempat tidur
ADL dibantu sepenuhnya oleh Ortu Kelemahan Intoleransi Aktifitas
Senin, 15 Oktober 2012
Ds :
Ibu mengatakan anaknya rewal sejak dibawa ke Rs. Terutama saat didatangi oleh dokter dan perawat.
Do :
pada saat perawat datang An. A menangis.
Anak rewel dan tidak kooperatif dengan tindakan keperawatan Hospitalisasi Kecemasan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
No. DP Hari/tanggal Tujuan/ KH intervensi rasional

1.      Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
volume cairan adekuat dgn KH;
- Mukosa bibir lembab
- TTV dalam batas normal
- Haluaran urine normal

1        Kaji tanda – tanda dehidrasi
Minitor TTV
Motivasi klien untuk banyak minum air putih kurang lebih 600-800 ml/hari.
Catat intake dan output dan hitung balance cairan
Berikan cairan tambahan infuse ZA ½ N 15 tetes/menit
Timbang BB tiap hari.
- Deteksi dini dapat mencegah terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan menentukan pilihan intervensi
- Mengetahui ketidak adekuatan perfusi gagal
- Mengganti cairan yang hilang.
- Kehilangan urine yang berlebihan dapat menunjukkan terjadi dehidrasi.
- Mengganti cairan yang hilang.
- Penambahan BB cepat dapat menimbulkan edema pulmonal.

2.      Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
hipertermi teratasi dgn KH;
- Suhu tubuh normal : 36-37 Oc
- Keluhan panas berkurang/turun
1. Berikan kompres air biasa
2. Monitor TTV terutama suhu
3. anjurkan banyak minum air putih kurang lebih 600-800 ml/hari.
4. anjurkan memakai pakaian yang tipis.
5. berikan antibiotik/ antipiretik sesuai program:
- sanmol 3x11/2 sendok teh
- amoxsan 3x250 mg i.v.
- kalmetason 3x1/2 ampul - Memberikan pengeluaran panas dengan cara konduksi
- Untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Mengganti cairan yang hilang akibat evaporasi
- Memberikan rasa nyaman memperbesar penguapan
- Menurunkan panas

3 Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuannya dgn KH:
- Klien dapat beraktivitas secara minimal
- Banyak gerak
1.      observasi adanya takikardi, pusing, berkeringat dan perubahan warna kulit.
2.      bantu klien dalam aktivitas sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi anak.
3.      bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik.
4.      berikan aktivitas bermain sebagai pengalihan yang sesuai dengan toleransi. - Informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan membantu menentukan kebutuhan intervensi
- Keseimbangan antara kemampuan anak dan aktivitas yang dilakukan akan mempertahankan tingkat energi anak
- Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai batas normal.
- Mencegah kelelahan dan tetap memberikan stimulasi bagi tumbangnya.

4 Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan kecemasan anak berkurang dgn KH:
- Anak tidak menangis saat bertemu dengan petugas kesehatan
- Anak mau diajak bermain oleh perawat
- Anak kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan \

1. Kaji tingkat ansietas
2. Bina hubungan saling percaya dengan klien/ortu
3. Libatkan ortu pada setiap tindakan keperawatan
4. Pertahankan kontak kepada anak/ortu dengan pendekatan kondusif (bermain).
5. Berikan mainan sesuai dengan kesukaan anak
- Menentukan pilihan intervensi
- Meningkatkan kerja sama
- Mengurangi kecemasan anak
- Meningkatkan kerja sama
- Berguna mengalihkan perhatian

IMPLEMENTASI
Nama : An. C
Umur : 6 tahun

Hari/Tgl No
DP Implementasi Respon Klien Ttd

Senin, 15 Oktober 2012
1 - Memberikan kompres air biasa Panas berkurang.
2 - Memonitor TTV terutama suhu S : 38,6 Oc
RR : 20x/mnt
N: 100x/mnt
1 - Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr. Minum sedikit
Mukosa bibir kering
1 - Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis Klien menggunakan kaos yang tipis
Klien tampak tenang
1 - Memberikan antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan kalmetason ½ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 - Mencatat dan menghitung balance cairan BC : - 354 cc
2 - Mengganti cairan cairan tambahan infus ZA ½ N 15 tpm infus ZA ½ N masuk 15 tpm
2 - Menimbang BB klien BB : 14,5 kg
3 - Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak tenang dan nyaman
3 - Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas sehari-hari Ibu mengatakan An.A masih lemah dan anak tampak lemah  

Hari/Tgl No
DP Implementasi Respon Klien Ttd

Selasa, 16-10-12
1 - Memberikan kompres air biasa Panas berkurang.
1,2 - Memonitor TTV terutama suhu S : 37,5 oC
1,2,3 - Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr. Klien diberi minum
Klien Minum sedikit hanya ½ gelas
Mukosa bibir kering
1 - Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis Klien menggunakan kaos dalam yang tipis
1 - Memberikan injeksi antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan
kalmetason ½ ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 - Memberikan cairan tambahan infuse ZA ½ N 20 tpm Infuse masuk 20 tpm
2 - Memonitor hasil pemeriksaan elektrolit dan hematokrit Program dilanjutkan
2 - Menimbang BB klien BB : 14,5 kg
3 - Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak nyaman
3 - Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas sehari-hari Ibu mengatakan An.A masih lemah dan anak tampak lemah tapi klien sudah mau duduk ditempat tidur dengan petugas kesehatan.

Hari/Tgl No
DP Implementasi Respon Klien Ttd

Rabu, 17-10-12
1 - Memberikan kompres air biasa Panas turun
1,2 - Memonitor TTV terutama suhu S : 37 oC
1,2,3 - Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr. Klien diberi minum
Klien Minum sedikit hanya ½ gelas dan minum jus jambu ¼ gelas.
1 - Menganjurkan kepada ortu untuk memakai pakaian yang tipis pada anaknya.
1 -  Klien menggunakan kaos yang tipis dan klien tampak tenang
1 - Memberikan injeksi antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan kalmetason ½ ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 - Memberikan cairan tambahan infuse ZA ½ N 20 tpm Infuse masuk 20 tpm
2 - Menimbang BB klien BB : 14,5 kg
3 - Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas sehari-hari Ibu
3 - mengatakan An.C masih lemah dan anak tampak lemah tapi klien sudah mau duduk ditempat tidur
3 - Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak nyaman

EVALUASI
Nama : An. A
Umur : 6 tahun
Waktu No
DP Evaluasi Ttd


Kamis, 18-10-12
13.45 1 S : Ny.M mengatakan An.A panasnya sudah turun
O : An. A sudah tidak panas
Suhu : 37 oC, Nadi : 88 x/menit, RR : 22 x/menit.
KU: composmentis
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

Kamis, 18-10-12
13.45
S : ibu klien menyatakan nafsu makan anaknya sudah mulai meningkat dan banyak minum
Porsi makan habis
Minum kurang lebih 4-5 gelas/hr
O : BB masih 10 kg
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

Kamis 18-10-12
13.50
3 S : Ny.M mengatakan An.A sudah tidak tiduran terus, An.A mau bermain sendiri sambil duduk diatas tempat tidur.
An.A mengatakan ingin pulang
O : An.A terlihat duduk sambil bermain
An. A kalau makan masih disuapin oleh ibunya.
A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi







Kamis 18-10-12
14.00
4 S : -
O : An.A msih tampak takut jika dilakukan tindakan keperawatan
An.A tidak rewel
Anak tampak sudah kooperatif
Anak mau diajak ngobrol dan bermain dengan petugas kesehatan.
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
















BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hospitaliasi merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien dan keluarga karena disana mereka akan berpisah dan perpisahan tersebut dapat menyebabkan adanya kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dari kedua belah pihak baik itu keluarga maupun pasien itu sendiri. Harus diingat juga bahwa apabila pasien stress selama dalam perawatan, keluarga menjadi stress pula, dan stress keluarga akan membuat tingkat stress pasien semakin meningkat karena pasien adalah bagian dari kehidupan keluarga nya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya, keluarga pun merasa sangat stress. Dengan demikian, perawatan tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga pada keluarga.
Apabila perawat sudah memahami dampak dan akibat dari hospitalisasi maka hendaknya kita sudah mengantisipasi dengan cara memberikan koping yang positif kepada pasien dan keluarga agar tidak terjadi hal-hal seperti diatas. Dan tidak hanya itu, apabila sudah mengalami tanda-tanda diatas maka yang seharusnya dilakukan adalah dengan mengatasi stress, ansietas, ketakutan dan bahkan kesedihan yang dialami pasien dan keluarga.
III.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran adalah sebagai berikut :
1.      Untuk Keluarga
Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan dilakukan oleh pasien akibat hospitalisasi, maka sebagai orang terdekat dengan pasien harus memberikan support dan dorongan yang efektif kepada pasien agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.      Untuk Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang hospitalisasi agar dapat menerapkan dan memberikan pelayanan yang efektif kepada pasien dan keluarga yang mungkin mengalami stress, cemas, takut, sedih dan bahkan marah
3.      Untuk Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah sakit dengan seindah mungkin agar pasien tidak merasa takut dan gelisah berada dirumah sakit serta agar pasien merasa nyaman berada dirumah sakit sehingga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi..
















DAFTAR PUSTAKA

1.      Ilmu penyakit dalam, Jilid III, Edisi IV, Bab 390 (Demam Berdarah Dengue), Penulis : Suhendro dan Leonard Nainggalon.

2.      Kapita Selekta Kedokteran , Jilid 1, Edisi III, Editor Arif Mansjoer dan Kuspuji Trianti.

3.      Gubler DJ. Kuno G Dengue and Dengue Hemorragic Fever, New York, CAB International 1997

4.      Depkes RI . Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan, Jakarta Departemen Kesehatan RI 2005.

5.      Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
6.      Carpenito, Lynda Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC
7.      Perry & Potter.(2002). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
8.      Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.


1 komentar:

  1. As reported by Stanford Medical, It's really the SINGLE reason this country's women live 10 years longer and weigh 19 kilos lighter than we do.

    (And really, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING to do with "how" they are eating.)

    BTW, What I said is "HOW", not "what"...

    Click this link to find out if this quick questionnaire can help you unlock your true weight loss possibility

    BalasHapus