KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat kami susun, makalah
ini membahas “ Asuhan Keperawatan dan Kasus Demam Berdarah Dengue Dengan
Hospitalisasi Pada Anak”. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
harapkan. Kami harap semoga makalah yang
kami buat ini bermanfaat dalam setiap pembelajaran dan dapat menambah wawasan
para pembaca.
Pariaman,
16 Oktober 2012
MUTIA AULIA ZARMA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................
1.2 Tujuan................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
II.A Konsep Dasar Hospitalisasi...........................................................
II.A.1
Pengertian Hospitalisasi...............................................................
II.A.2 Macam-macam
Hospitalisasi........................................................
II.A.3 Rentang
Respon Hospitalisasi......................................................
II.A.4 Manfaat
Hospitalisasi...................................................................
II.A.5 Dampak
Hospitalisasi...................................................................
II.B Hospitalisasi Pada Anak................................................................
II.B.1 Stress
Pada Anak Yang Dirawat Di Rumah Sakit.......................
II.B.2
Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah.............................................
II.B.3 Faktor
Yang Mempengaruhi Reaksi Usia Prasekolah Terhadap Hospitalisasi
II.B.4 Reaksi
Anak Usia Prasekolah Terhadap Stres Akibat Sakit Dan Dirawat Di Rumah Sakit
II.C Asuhan Keperawatan Teoritis Hospitalisasi DBD
II.C.1 Pengertian ...................................................................................
II.C.2 Etiologi.........................................................................................
II.C.3 Patofisiologi..................................................................................
II.C.4 Manifestasi
Klinis.........................................................................
II.C.5 Klasifikasi.....................................................................................
II.C.6 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................
II.C.7 Asuhan Keperawatan...................................................................
BAB
II.D LAPORAN KASUS DHF...................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................
III. 1 Kesimpulan...................................................................................
III. 2 Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit dan dapat
menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru mengalami rawat inap dirumah
sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai suatu keadaan yang memaksa
seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk menjalani pengobatan
maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut mengalami sakit. Pengalaman
hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang terlebih bila seseorang
tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya di rumah sakit.
Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama rawat inap tersebut tidak
hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan sangat berpengaruh pada
psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada pihak rumah sakit termasuk
pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi biasanya berupa cemas,
rasa kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit,
jika masalah tersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi perkembangan
psikososial, terutama pada anak-anak. Masalah tersebut akan berpengaruh pada
pelayanan keperawatan yang akan diberikan, karena yang mengalami masalah
psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak dapat beradaptasi dengan
lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan terganggunya
interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi maka peran perawat
adalah tetap memberikan dukungan (support) dan dorongan kepada klien yang
efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan tetap menjaga
kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut akan tindakan yang akan
dilakukan oleh perawat. Selain itu perawat juga berperan sebagai promotif
yang memberikan pandangan pada keluarga agar selalu setia mendampingi dan
memberi perhatian lebih pada klien yang sedang menjalani perawatan di rumah
sakit. Hal ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran orang terdekat
dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien mengalami perawatan.
I.2 Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami hospitalisasi
2.
Tujuan Khusus
a.
Menjelaskan konsep dasar
hospitalisasi
b.
Mengidentifikasi asuhan keperawatan
pada klien hospitalisasi secara teoritis
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
Konsep
Dasar Hospitalisasi
II.1 Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama
proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatic
dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya karena
perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi perilaku
koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter & Perry, 2005, hal
: 665 )
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas, marah,
sedih, takut, dan rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004, hal : 188
). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan
kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang sama. (Supartini,
2004 hal : 188 ).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang
tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun beberapa orang tua juga
dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak dirasakan dapat mengatasi
permasalahannya (Hallstrom dan Ellander, 1997. Brewis, E. 1995, dalam
Supartini 2004: 188 ).
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress
pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (
Supartini, 2004 hal : 188 ).
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada
pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stress
( Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188 ).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan, bergantung
pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan
masuk rumah sakit. ( Stuart, 2007, hal :102 )
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan yang
dilakukan selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan sesuatu yang
baru dan belum bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga dapat menimbulkan
rasa tidak nyaman serta stress yang bisa dialami oleh klien maupun keluarga.
II.2.
Macam – macam
hospitalisasi
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip oleh
Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
a.
Hospitalisasi Informal
Perawatan
dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien dapat meninggalkan tempat
pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis. Sebagian besar
pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b.
Hospitalisasi Volunter
Hospitalisasi
volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk pemulangan.
Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter
menjadi hospitalisasi involuter.
c.
Hospitalisasi Involunter
Hospitalisasi
Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak
memerlukan persetujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang
berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain. Hospitalisasi Involunter
memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangya dua dokter;
pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat diperbaharui. Keadaan ini
mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit
atau anggota keluarga.
d.
Hospitalisasi Gawat Darurat
Hospitalisasi
Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang
mirip dengan komitmen involunter yang memrluka pengesahan atau
sertifikasi hanya oleh satu orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari.
Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya
perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah
menjadi status involunter, atau diubah menjadi status volunter.
II.3.
Rentang Respon Hospitalisasi
Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku yang dapat
ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya dirumah
sakit, sebagai berikut :
a.
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah
dikemukan diatas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi
terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan
sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, system pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut
ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya .
1)
Masa bayi ( 0 – 1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang
tua sehingga ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak
usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas atau cemas
apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena
perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2)
Masa todler ( 2-3 tahun )
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya
sesuai dengan tahapannya :
a)
Tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya dan menolak
perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b)
Tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukan minat
untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c)
Tahap pengingkaran, perilaku yang
ditunjukan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan
secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya.
3)
Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan
rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang
ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya,
menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga
kesehatan, perawatan dirumah sakit mengakibatkan anak kehilangan control
terhadap dirinya
4)
Masa sekolah (6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena
ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan social, perasaan takut mati,
dan adanya kelemahan fisik.
5)
Masa remaja (12 – 18 tahun )
Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah
dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa
anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya
(geng). Apabila harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan
timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah
sakit membuat anak kehilangan control terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga
atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering muncul pada terhadap
pembatasan aktivitas ini adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan
padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik
diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan ( isolasi ).
b.
Reaksi keluarga terhadap
hospitalisasi
Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai berikut :
1)
Perasaan cemas dan takut
a)
Rasa cemas paling tinggi dirasakan
keluarga pada saat menunggu informasi tentang diagnosis penyakit pasien
(Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
b)
Rasa takut muncul pada keluarga
terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi sakit yang terminal
(Brewis, 1995 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193).
c)
Perilaku yang sering ditunjukan
keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah : sering
bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda,
gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000 dikutip oleh
Supartini 2004 hal. 193)
2)
Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga menurut Supartini (2000, dikutip
oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah sebagai berikut :
a)
Perasaan ini muncul terutama pada
saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi
harapan bagi pasien untuk sembuh.
b)
Pada kondisi ini keluarga menunjukkan
perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3)
Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini (2004, hal. 193-194),
adalah sebagai berikut :
a)
Pada kondisi pasien yang telah
dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak
adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga, baik dari keluarga
maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan
frustrasi.
b)
Sering kali keluarga menunjukkan
perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan
pulang paksa. (Supartini, 2004).
II.4.
Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat hospitalisasi, sebagai
berikut :
a.
Membantu perkembangan keluarga dan
pasien dengan cara memberi kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien
terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
b.
Hospitalisasi dapat dijadikan media
untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi kesempatan pada keluarga untuk
belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan
pasien.
c.
Untuk meningkatkan kemampuan kontrol
diri dapatatkan kemampuan kontrol
diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan,
tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga
penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan
keluarga dan dorong terus untuk meningkatkannya
d.
Fasilitasi klien untuk tetap menjaga
sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Berikan
kesempatan padanya untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian
juga interaksi dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh
perawat karena selama dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok yang
baru
II.5.
Dampak
Hospitalisasi
Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitaisasi menimbulkan
dampak pada lima aspek,yaitu privasi,gaya hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a.
Privasi
Privasi
dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan
bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal yang sifatnya
pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien kehilangan sebagian privasinya.
b.
Gaya Hidup
Klien
yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal
ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat
tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien. Aktifitas hidup
yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda aktifitas yang dijalaninya di
rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah seorang pejabat.
c.
Otonomi
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit
berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia akan “pasrah” terhadap tindakan
apa pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini
menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit,akan mengalami peruahan
otonomi.
d.
Peran
Peran
dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu
sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang perawat,peran yang
diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai dokter. Perubahan
terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada individu,tetapi
juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1)
Perubahan peran
Jika
salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi perubahan peran dalam
keluarga.
2)
Maslah keuangan
Keuangan
keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan
klien yang dirawat.
3)
Kesepian
Suasana
rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga dirawat. Keseharian
keluarga yang biasanya dihiasi dengan keceriaan,kegembiraan,dan senda
gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh kesedihan.
4)
Perubahan kebiasaan sosial
Keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai
kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta
dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit,
keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial dimasyarakat pun mengalami
perubahan.
B.
Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat
anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan
berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit
tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak
(Supartini, 2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan
psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 1999).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah suatu proses karena
alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat atau tinggal di
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan beberapa perubahan
psikis pada anak.
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu tekanan
atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres
akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam
kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya
menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
II.B.1. Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah
Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama
yang tampak pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka
anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat
perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak,
perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak
juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah
maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat
di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun
spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur
yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang
terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat
anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding
maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Keliat, 1998).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di
rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak
merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan
fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit.
Adanya perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu.
Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama
seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan
menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata
dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul.
Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan
rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Beberapa perubahan lingkungan fisik yang dialami selama
dirawat di rumah sakit, pada akhirnya dapat menyebabkan anak mengalami stres
emosi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat
di rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai
akibatnya, anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan
yang bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat.
Pada saat anak menjalani masa perawatan, anak harus
berpisah dari lingkungannya yang lama serta orang-orang yang terdekat
dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan ibunya,
akibatnya perpisahan dengan ibu akan meninggalkan rasa kehilangan pada anak
akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, Susilaningrum, dan
Utami, 2005). Pada kondisi cemas akibat perpisahan anak akan memberikan respon
berupa perubahan perilaku. Respon perilaku anak akibat perpisahan di bagi
menjadi tiga tahap, yaitu tahap protes (
phase of protest), tahap putus
asa (phase of despair), dan tahap menolak (phase of denial).
Pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan
menangis kuat-kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah
laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang
tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Tahap putus asa menampilkan perilaku anak
yang cenderung tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis berkurang,
kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih, dan apatis.
Tahap berikutnya dalah tahap menolak dimana anak
samar-samar menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain
serta terlihat menyukai lingkungan. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini
biasanya terjadi setelah anak berpisah lama dengan orang tua. Selain kecemasan
akibat perpisahan, anak juga mengalami cemas akibat kehilangan kendali atas
dirinya. Akibat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak akan kehilangan
kebebasan dalam mengembangkan otonominya. Anak akan bereaksi negatif terhadap
ketergantungan yang dialaminya, terutama anak akan menjadi cepat marah dan
agresif (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
Kecemasan yang muncul merupakan respon emosional terhadap
penilaian sesuatu yang berbahaya, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
tidak berdaya (Stuart & Sundeen, 1998). Sedangkan menurut Gunarso (1995),
kecemasan juga dapat diartikan rasa khawatir takut tidak jelas sebabnya. Seseorang yang mengalami kecemasan
memiliki rentang respon dan tingkatan yang berbeda-beda. Menurut Suliswati
(2005), ada empat tingkat kecemasan yang dialami individu, yaitu kecemasan
ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, serta panik.
Seseorang dapat dikatakan mengalami cemas ringan (mild
anxiety) apabila dalam kehidupan sehari-hari seseorang kelihatan waspada ketika
terdapat permasalahan. Pada kategori ini seseorang dapat menyelesaikan masalah secara efektif dan cenderung untuk
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Pada kecemasan sedang
(moderat anxiety) yang biasa terlihat pada seseorang adalah menurunnya
penerimaan terhadap rangsangan dari luar karena individu cenderung fokus
terhadap apa yang menjadi pusat perhatiannya. Sementara itu pada kategori
kecemasan berat (severe anxiety) lahan persepsi seseorang sangat menyempit
sehingga perhatian seseorang hanya bisa pada hal-hal yang kecil dan tidak bisa berfikir hal lainnya.
Kategori terakhir dari tingkat kecemasan adalah panik
(panic). Panik merupakan tahap kecemasan yang paling berat. Pada kategori ini,
biasanya seseorang tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Biasanya berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Dengan panik, terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Rentang respon kecemasan dapat dikonseptualisasikan dalam
rentang respon. Respon ini dapat digambarkan dalam rentang respon adaptif
sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat konstruktif dan
destruktif. Konstruktif adalah motivasi seseorang untuk belajar memahami
terhadap perubahan-perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman
dan berfokus pada kelangsungan hidup. Sedangkan reaksi destruktif adalah reaksi
yang dapat menimbulkan tingkah laku
maladaptif serta disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik (Suliswati, 2005).
Pada seseorang tanda dan gejala kecemasan dapat ditemukan
dalam batasan karakteristik kecemasan yang berbeda (Tucker, 1998). Pada
kecemasan ringan biasanya ditandai dengan perasaan agak tidak nyaman, gelisah,
imnsomnia ringan akibat perubahan pola perilaku, perubahan nafsu makan ringan.
Sementara pada kecemasan sedang merupakan
perkembangan dari kecemasan ringan. Seseorang akan terlihat lebih
berfokus pada lingkungan, konsentrasi hanya pada tugas individu, dan jumlah waktu yang digunakan dalam mengatasi
masalah bertambah. Selain itu, terjadi takipneu, takikardi, serta terjadi
peningkatan ketegangan otot karena tindakan
fisik yang berlebihan (Tarwoto dan Wartonah, 2004).
Tanda dan gejala pada kecemasan berat merupakan lanjutan
dari kecemasan sedang. Biasanya seseorang akan mengalami perasaan terancam, terjadi perubahan pernafasan,
perubahan gastrointestinal, serta perubahan kardiovaskuler. Selain itu,
seseorang yang mengalami kecemasan berat
akan kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi (Stuart & Sundeen, 1998).
Sementara itu, tanda dan gejala klinis dari kategori panik menurut Townsend
(1998), merupakan gambaran dari kecemasan tingkat berat sekali dengan tanda
hiperaktifitas atau imobilisasi berat.
Kecemasan yang timbul baik akibat perubahan fisik maupun psiko-sosial
pada anak yang dirawat di rumah sakit membuat anak merasa tidak nyaman dan tertekan. Kondisi
tersebut akan menimbulkan stress pada anak selama masa perawatan di rumah sakit
dan sering dikenal dengan stress
hospitalisasi.
II.B.2.
Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3
sampai 6 tahun (Supartini, 2004). Menurut
Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar sudah dapat mengerti dan
mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks. Selain itu, kelompok umur ini
juga mempunyai kebutuhan khusus,
misalnya, menyempurnakan banyak keterampilan yang telah diperolehnya. Pada usia ini, anak
membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya. Biasanya
anak mempunyai lingkungan bermain dan teman sepermainan yang menyenangkan. Anak
belum mampu membangun suatu gambaran mental terhadap pengalaman kehidupan
sebelumnya sehingga dengan demikian harus menciptakan pengalamannya sendiri
(Sacharin, 1996).
Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang
menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena
anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang,
dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang
dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal
tersebut membuat anak menjadi stres atau tertekan, Sebagai akibatnya, anak
merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.
Anak usia sekolah sering merasa terkekang selama dirawat
di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga
anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali
dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan
cemas atau takut. Anak yang sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan marah
dan berontak.
Kecemasan pada anak biasanya muncul karena berbagai
perubahan yang muncul di sekelilingnya, baik fisik maupun emosional. Dapat juga
akibat kurangnya support system yang ada di sekitarnya. Sedangkan gejala klinis
kecemasan yang sering ditemukan pada anak adalah perasaan cemas, kekhawatiran,
dan mudah tersinggung (Hawari, 2001). Selain itu, pada anak yang mengalami
kecemasan, dalam kesehariannya terlihat tidak tenang, konsentrasi menurun,
adanya perubahan pola tingkah laku dalam kesehariannya, bahkan hingga dapat
menyebabkan gangguan pola tidur.
Anak yang mengalami kecemasan akan memunculkan respon
fisologis, seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler, perubahan pola nafas
yang semakin cepat atau terengah-engah. Selain itu, dapat pula terjadi
perubahan pada sistem pencernaan dan neuromuscular seperti nafsu makan menurun,
gugup, tremor, hingga pusing dan insomnia. Kulit mengeluarkan keringat dingin
dan wajah menjadi kemerahan.
Selain respon fisiologis, biasanya anak juga akan
menampakkan respon perilaku, seperti gelisah, ketegangan fisik, tremor atau
gemetar, reaksi kaget, bicara cepat, menghindar, hingga menarik diri dari
hubungan interpersonal. Respon kognitif yang mungkin muncul adalah perhatian
terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, tidak
mampu berkonsentrasi, dan ketakutan. Sedangkan respon afektif yang biasa muncul
adalah tidak sabar, tegang, dan waspada (Stuart & Sundeen, 1998).
II.B.3. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Usia
Prasekolah terhadap
Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit
bereda-beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Perkembangan usia anak merupakan
salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan
proses perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini,
2004). Menurut Sacharin (1996), semakin muda anak semakin sukar baginya untuk
menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak
berlaku sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat
merasakan adanya pemisahan.
Selain itu, pengalaman anak sebelumnya terhadap proses
sakit dan dirawat juga sangat berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami
pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan
menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah
sakit mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan anak akan lebih
kooperatif pada perawat dan dokter (Supartini, 2004). Sistem pendukung (support
system) yang tersedia akan membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah
sakit dimana ia dirawat. Anak akan mencari dukungan yang ada dari orang lain
untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan
minta dukungan kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau
saudaranya.
Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak
untuk ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta dipeluk saat merasa
takut dan cemas bahkan saat merasa kesakitan. Sistem pendukung yang
mempengaruhi reaksi anak selama masa perawatan termasuk di dalamnya adalah
keluarga dan pola asuh yang didapat anak dalam di dalam keluarganya. Keluarga
yang kurang mendapat informasi tentang kondisi kesehatan anak saat dirawat di
rumah sakit menjadi terlalu khawatir atau stres akan menyebabkan anak menjadi
semakin stres dan takut. Selain itu, pola asuh keluarga yang terlalu protektif
dan selalu memanjakan anak juga dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak
dirawat di rumah sakit.
Berbeda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk
aktivitas sehari-hari anak akan lebih kooperatif bila dirumah sakit. Selain
itu, keterampilan koping dalam menangani stress sangat penting bagi proses adaptasi
anak selama masa perawatan. Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima
kondisinya yang mengharuskan dia dirawat di rumah sakit, anak akan lebih
kooperatif selama menjalani perawatan di rumah sakit.
II.B.4. Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Stres
akibat Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama
yang tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah
mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik pada status kesehatannya
maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak mempunyai sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun
kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nur Salam, Susilaningrum, dan Utami,
2005). Akibat dari hospitalisasi akan berbeda-beda pada anak bersifat
individual dan sangat tergantung pada tahapan perkembangan anak.
Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit
dengan sedikit ketakutan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya
sebagai hukuman sehingga timbul perasaan malu dan bersalah. Ada beberapa
diantaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak
mau dirawat. Jika anak sangat ketakutan, anak dapat menampilkan perilaku
agresif, dari menggigit, menendang-nendang, hingga berlari keluar ruangan.
Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti dengan mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua.
Anak pada usia pra sekolah membayangkan dirawat di rumah
sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya
terlambat (Wong, 2000). Biasanya anak akan melontarkan beberapa pertanyaan
karena bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain itu,
anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah atau mengalami
nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa prosedur medis dapat
membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.
Reaksi anak usia prasekolah terhadap perpisahan adalah
kecemasan karena berpisah dengan lingkungan yang nyaman, penuh kasih sayang,
lingkungan bermain, permainan, dan teman bermain. Reaksi kehilangan kontrol
anak merasa takut dan khawatir serta
mengalami kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan
menggigit bibir dan memegang sesuatu yang erat (Wong, 2000).
Anak harus mengatasi berbagai sumber stress seperti rasa
sakit, lingkungan rumah sakit, aturan- aturan dokter serta treatment yang diberikan. Proses perawatan
yang sering kali membutuhkan waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha
mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Perilaku ini
menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap
penyakitnya.
Beberapa prilaku anak dalam upaya beradaptasi terhadap
masalahnya selama dirawat di rumah sakit, antara lain dengan penolakan
(avoidence), anak akan berusaha menghindari situasi yang membuatnya tertekan.
Biasanya anak bersikap tidak kooperatif terhadap petugas medis. Selain itu anak
akan berusaha mengalihkan perhatian (distraction) dari pikiran atau sumber yang
membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak di rumah sakit misalnya
membaca buku cerita, menonton televisi, atau bermain mainan yang disukai. Anak
akan berusaha untuk aktif (active),
mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara aktif.
Perilaku yang sering dilakukan seperti menanyakan kondisi
sakitnya kepada petugas medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif, minum
obat secara teratur, dan mau beristirahat sesuai dengan peraturan.akhirnya,
anak akan berusaha mencari dukungan dari orang lain (support seeking) untuk
melepaskan tekanan yang dialaminya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan
permintaan anak untuk ditunngui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat
menjalani treatment, dan minta dipeluk
saat merasa kesakitan.
II.C Asuhan Keperawatan Teoritis
Hospitalisasi dengan DBD
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) / Dengue haemorhagic fever (DHF)
II.C.I. PENGERTIAN
Dengue adalah
penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan
demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001). Demam
dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang
dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai
leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit
kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang
terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie)
spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam,
nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis
virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa
oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam.
Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah
suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk
aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam.
II.C.2. ETIOLOGI
Gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
Virus dengue tergolong dalam family
Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika
berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat
wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil,
sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil
pada suhu 70 oC.
II.C.3. FATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody
dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi
system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua
peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)
merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan
saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit
adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume
plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic ,
renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa
terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
II.C.4. MANIFESTASI KLINIS
-
Demam tinggi 5-7 hari.
-
Perdarahan, terutama perdarahan bawah
kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma.
Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
-
Mual, muntah, tidak ada napsu makan,
diare, konstipasi.
-
Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen
dan ulu hati.
-
Sakit kepala.
-
Pembengkakan sekitar mata.
-
Pembesaran hati, limpa dan kelenjar
getah bening.
-
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit
lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah,capillary reffil time lebih
dari dua detik, nadi cepat dan lemah)
II.C.5. KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF
menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala
klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Sama dengan derajat I,
ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Ditandai oleh gejala
kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan
nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110,
90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
Derajat IV : ³Nadi tidak teaba,
tekanan darah tidak teatur (denyut jantung
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
II.C.6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Minum banyak 1,5 liter – 2 liter/24
jam (dengan air teh, gula, susu).
Antipiretik jika terdapat demam.
antikonvulsan jika terdapat kejang.
Pemberian cairan melalui infus,
dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung
meningkat
II.C.7. Asuhan keperawatan pada Demam Berdarah Dengue / DHF
1.
Pengkajian
I. BIODATA
A. Identitas Klien
Nama : An. “ N ”
Tempat Tgl Lahir / Usia : Padang 5 April 2006 / 6 Thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : islam
Alamat : Perum mega Permai
Tgl. Masuk : 15 Oktober 2012
Tgl. Pengkajian : 16 Oktober 20
Diagnosa Medik : Observasi DHF
Rencana Therapi : Pemeriksaan Hb, Ht, pemasangan infus
B. Identitas Orang Tua
1. Ayah
Nama
: Tn. “ F “
Usia : 28 Thn
Pendidkan : SMA
Pekerjaan : P N S
Agama : Islam
Alamt : Perum mega Permai
2. Ibu
Nama
: Ny. “ M “
Usia : 26 Thn
Pendidkan : SMA
Pekerjaan : I R T
Agama : islam
Alamt : Perum mega Permai
II. KELUHAN
UTAMA
Klien
mengeluh demam, sakit kepela, mual, muntah, dan malas makan, juga mengeluh
susah tidur, dan jantungnya selalu berdebar-debar. Karena klien merasa tidak
enak maka klien minta diantar sama keluarganya untuk dibawa kerumah sakit
Labuang Baji saat ini klien masih merasakan keluhan yang sama.
III. RIWAYAT
KESEHATAN
A.
Riwayat Kesehatan Sekarang.
Gejala sakit yang dirasakan klien
dirasakan sejak 3 hari yang lalu setelah klien pulang dari sekolah. Klien pada
saat itu pingsan dsan kemudian klien dibawa kedokter praktek oleh dokter
praktek klien dianjurkan untuk diopname kerumah sakit untuk menghindsari hal
yang tidak diinginkan, setibanya dirumah sakit klien kemudian diopname dan
klien diberi cairan infus dan dianjurkan untuk banyak minum.
B.
Riwayat kesehatan Lalu
Klien pernah mengalami gejala yang
sama pada 3 tahun yang lalu, tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan
sembuh dengan obat dari dokter.
C.
Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama atau penyakit yang berbahaya yang di derita oleh klien dan
Klien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.
A. Pemeriksaan
fisik
1.
Berat badan : 14
Kg
2.
Tinggi badan : 100
3.
keadaan umum klien nampak lemah dan
murung
4.
Tanda-tanda vital :
-
Suhu : 38,6 O C
-
Nadi : 100 kali permenit
-
Tekanan darah : 120 kali permenit
-
Respirasi : 28 kali permenit.
DATA SUBJEKTIF
|
DATA OBJEKTIF
|
Klien
mengeluh demam, sakit kepala, mual, muntah, dan malas makan.
Klien mengeluh susah tidur dan
jantungnya selalu berdebar-debar.
Klien tidak tahu apa yang menyebabkan dirinya sakit.
Klien
merasa cemas dan tidak ingin berlama-lama dirumah sakit.
|
Selera makan berkurang dengan frekuensi 3 kali sehari
dan tudak dihabiskan.
Klien nampak lemah dan murung
TTV :
37,5 o C
TD :
120/80 mmHg
R : 28
kali per menit
N :
100 kali permenit.
Konjungtifa
anemi, bibir pucat, bibir kering.
Kulit
klien nampak kotor, dan terdapat bintik-bintik merah pada kulit.
Kuku
klien nampak kasar, kebersihan kurang terpelihara.
|
2.
Diagnosa
Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, tidak ada nafsu makan.
d. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
f. Shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
g. Ketakutan berhubungan dengan lingkungan rumah sakit yang menakutkan
dan perpisahan dengan keluarga.
3. Intervensi
a. Gangguan volume cairan tubuh
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1) Kaji KU dan kondisi pasien
2) Observasi tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3) Observasi tanda-tanda dehidrasi
4) Observasi tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infus
5) Balance cairan (input dan out put cairan)
6) Beri pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7) Anjurkan keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah
oleh keringat.
b. Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue.
Tujuan
Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2) Berikan kompres dingin (air biasa) pada daerah dahi dan ketiak
3) Ganti pakaian yang telah basah oleh keringat
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti terbuat dari katun.
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 –
2000 cc per hari
6) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan
Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi
1) Kaji intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2) Timbang berat badan klien tiap hari
3) Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi
sering
4) Beri minum air hangat bila klien mengeluh mual
5) Lakukan pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7) Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet.
d. Kurang pengetahuan keluarga
tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit meningkat
Kriteria hasil
Klien mengerti tentang proses penyakit DHF
1) Kaji tingkat pendidikan klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DHF
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang proses penyakit DHF melalui
Penkes.
4) beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya yang belum dimengerti
atau diketahuinya
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
e. Resiko terjadinya perdarahan
berhubungan dengan trobositopenia.
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil
Trombosit dalam batas normal
Intervensi
1) Kaji adanya perdarahan
2) Observasi tanda-tanda vital (S.N.RR)
3) Antisipasi terjadinya perlukaan / perdarahan.
4) Anjurkan keluarga klien untuk lebih banyak mengistirahatkan klien
5) Monitor hasil darah, Trombosit
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi ,pemberian cairan
intra vena.
f. Shock hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan
Tujuan
Shock hipovolemik dapat teratasi
Kriteria hasil
Volume cairan tubuh kembali normal, kesadaran compos mentis.
Intervensi
1) Observasi tingkat kesadaran klien
2) Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR).
3) Observasi out put dan input cairan (balance cairan)
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
5) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan.
G. Ketakutan berhubungan dengan
lingkungan rumah sakit yang menakutkan dan perpisahan dengan keluarga.
1)
Tujuan :
Pasien
akan mengatasi secara efektif rasa takut yang dihubungkan dengan hospitalisasi.
2)
Kriteria Hasil :
a)
Salah satu dari keluarga tetap
tinggal bersama pasien
b)
Keluarga ikut berpartisipasi dalam
pemberian makan, kebersihan dan kegiatan pasien sehari-hari.
3)
Intervensi & Rasional :
a)
Beri dorongan kepada keluarga untuk
menetap kedalam ruangan dengan pasien atau meminta anggota keluarga lain untuk
bersama pasien.
Rasional
: Keluarga dapat memberikan rasa aman dan mencegah dari perkembangan dari
ketidakpercayaan.
b)
Tanyakan kepada keluarga bagaimana
mereka berharap untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien
Rasional
: Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan keluarga maupun pasien
c)
Orientasikan keluarga pada divisi,
suplai dan lingkungan keperawatan
Rasional
: Lingkungan yang asing akan mengancam kepercayaan keluarga dan menimbulkan
kelemahan terhadap layanan keperawatan yang diberikan.
4. Evaluasi.
a. Suhu tubuh dalam batas normal.
b. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
c. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
d. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
e. Pengetahuan keluarga bertambah.
f. Shock hopovolemik teratasi
g. Ansietas teratasi
II.D. LAPORAN KASUS DHF
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A
DENGAN DHF
Pengkajian dilakukan
pada
tanggal 15 Oktober 2012. Jam 09. 00 WIB
I.
IDENTITAS DATA
Nama : An.
A
Umur : 6
tahun
Jenis
kelamin : Perempuan
Nama
Ayah : Tn. F
Nama Ibu
: Ny. M
Pekerjaan
Ayah : P N S
Pekerjaan
Ibu : I R T
Alamat :
Perum Mega Permai
Agama :
Islam
Suku
Bangsa : Indonesia
Pendidikan
Ayah : SMA
Pendidikan
Ibu : SMA
Tgl MRS
: 15 Oktober 2012
No. reg
: 5477905
dx.
medis : DHF
II.
KELUHAN UTAMA
Ibu
mengatakan anaknya panas
III.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Kurang lebih 3 hari yang lalu anak panas tinggi, mendadak, timbul bintik-
bintik dikulit seperti digigit nyamuk, gusi berdarah, tidak mimisan, pusing,
muntah 2 kali ½ gelas belimbing dengan konsistensi cair seperti apa yang
dimakan dan diminum, batuk, tidak pilek dan oleh keluarga untuk dibawa berobat
kepuskesmas Bangetayu dan dilakukan pemeriksaan darah tetapi hanya beberapa
saat anak dirujuk ke RSDK semarang untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
IV.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
• Klien pernah mengalami gejala yang
sama pada 3 tahun yang lalu, tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan
sembuh dengan obat dari dokter.
•
Tindakan operasi
An.C
belum pernah dilakukan tindakan operasi.
•
Kecelakaan
An.C
tidak pernah mengalami kecelakaan.
•
Imunisasi
An. C
sudah lengkap mendapatkan imunisasi dasar
Usia 1
bulan : BCG
Usia 2-3
bulan : Hep. B I, II, III, Polio I, II dan DPT I, II
Usia 4
bulan : DPT III dan Polio III
Usia 9
bulan : Polio IV dan Campak
V.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
• Pre
Natal
Selama
kehamilan Ibu melakukan pemeriksaan kehamilan rutin kebidan kurang lebih 6x dan
mendapatkan imunisasi TT 2x. ibu pertama kali periksa kehamilan pasa saat usia
4 bulan kehamilan. Ibu juga menyatakan tidak pernah menderita sakit selama
hamil, obat yang diminum selama hamil yaitu tablet penambah darah dari bidan.
• Natal
An. C
lahir ditolong oleh dukun, lahir spontan, langsung menangis, lahir cukup bulan
(9 bulan 4 hari). BBL tidak ditimbang dan untuk panjang badan, LK, LLA, LD juga
tidak diukur karena didukun tidak ada alatnya.
• Post
Natal
An. C
diasuh sendiri oleh kedua orang tuanya dan diberi ASI sejak lahir sampai usia 2
tahun. Sejak usia 6 bulan An. C diberikan susu formula dan bubur tim dan diberi
makan nasi biasa sampai sekarang.
VI.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Ibu
mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit seperti klien, ibu juga
menyatakan tidak ada tetangganya yang menderita penyakit yang sama dengan yang
diderita An.A.
VIII. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
1.
Pertumbuhan
Ibu
menyatakan An. A lahir cukup bulan (9 bulan 4 hari), menurut ibu An. A tumbuh
normal seperti anak- anak yang lain. Ibu menyatakan BBL dan PB tidak diukur, BB
Sekarang : 14 Kg, dengan TB : 100 cm.
2.
Perkembangan
Menurut
keterangan ibunya An. A saat usia 11 bln sudah bisa berjalan dengan dipegangi
kedua lengannya. Saat ini semenjak sakit An. A lebih banyak berada di tempat
tidur karena badanya lemas dan anak juga kurang gerak. Perkembangan bahasa An.
A sudah mulai mengoceh sejak usia 6,5 bln dan sekang anak sudah bisa
mengucapkan kata-kata dan menyusun kalimat serta menjawab pertanyaan yang
diberikan kepadanya.
IX. PENGKAJIAN NUTRISI
IX. PENGKAJIAN NUTRISI
• Berat
badan : 10 kg
• Tinggi
badan : 100 cm
•
Kebiasaan pemberian makanan
Sebelum
sakit, An. A biasa makan 3 x/hari (pagi, siang, malam) dengan menu lengkap (nasi,
lauk pauk dan sayur). An. A terbiasa minum susu Bendera di rumah.
- Selama
sakit, anak A makan dengan diet 3x Lunak dan susu 3 x 200 cc, An. A tidak bisa
makan seperti biasa, tetapi harus memerlukan bantuan perawat/ortu
• Diet
khusus
Sebelum
sakit, An. A tidak sedang menjalani diet khusus.
Saat
sakit, An. A harus diberikan diet 3x Lunak dan susu 3 x 200cc.
X.
PEMARIKSAAN FISIK
1.
Keadaan Umum : Baik
Keasadaran
: composmentis
Vital
sign :
N : 100
x/menit
RR : 28
x/menit
T : 38,6
o C
2.
Sistem pernafasan
Nafas
melalui hidung, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan otot bantu
pernafasan,
RR 20 x/menit (reguler).
Paru-paru
Ins :
Simetris statis dinamis (SSD)
Pal :
taktil fremitus teraba sama kuan pada paru kanan-kiri
Pe :
sanor di semua lapang paru.
Aus:
Vesikuler
3.
Sistem kardiovaskuler
Tidak
ada cyanosis, kapiler refill 3 detik, akral hangat.
Jantung
:
Ins :
ictus cordis tak tampak
Pal : ictus
cordisr teraba di IC ke V
Pe :
pekak
Aus: S1
dan S2 murni, tidak ada suara tambahan (s3)
4.
Sistem Pencernaan
Ibu
mengatakan sebelum dirawat anaknya BAB 1-2 x/hari, konsisitensi padat, warna
coklat,
saat ini
an. C BAB 1-2 x/hari, konsistensi lembek, warna hitam.
Ins :
Perut datar
Aus :
Bising Usus 20 x/menit
Per :
Timpani
Pal :
Hepar dan Lien tidak teraba
5.
Sitem perkemihan
Ibu
menyatakan sebelum dirawat anak BAK tidak mengalami keluhan sakit, dan BAK 6-8
x/hari, selama dirawat anak BAK 6-7 x/hari, warna kuning, bau khas. Anak tidak
mengelug saat berkemih.
6.
Sistem Muskuloskletal
Anak
tidak mengalami kelemahan otot, naka kurang gerak hanya tiduran ditempat tidur,
ADL sepenuhnya dibantu oleh orang tua, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah
5. pada tangan kanan terpasang infuse Z-A ½ N 15 tpm. Dengan tonus otot baik.
7.
Sistem reproduksi
Anak
berjenis kelamin laki-laki, tidak ada pembesaran pada scrotum, tidsak ada hipospadia.
8. Sistem Integumen
Kulit
anak berwarna coklat, turgor kulit cukup, tekstur kenyal, anak terpasang infus
di tangan kanan dan terdapat bintik-bintik warna merah dibawah kulit. (ptecie).
XI. DATA
PENUNJANG
• Hasil
laboratorium tanggal 15 Oktober 2012
Hb :
11,70 gr%
Ht :
35,3 %
Erit : 4,20
jt/mmk
MCH :
27,60 pg
MCV :
83,80 fl
MCHC :
33,10 gr/dl
Leukosit
: 6,10 rb/mmk
Trombosit
: 19,50 rb mmk
XII.
PROGRAM TERAPY
- Infus
Z- A ½ N 15 tpm
- Inj.
Amoxan 3x 250 mg i.v
- Inj.
Kalmetason 3x1/2 amp. i.v
- Sanmol
3x11/2 sendok teh p.o
- Diet :
Diet 3x Lunak dan susu 3 x 200 cc
Keseimbangan cairan Intake Out put
Makan/minum
: 400 cc
Infus :
430 cc
Urine :
1100
Iwl : 84:
830 cc : 1184 cc. Bc : - 354 cc
ANALISA
DATA
Nama :
An. A
Umur : 6
th
No Hari/tanggal
Data Etiologi Masalah
Senin,
15 Oktober 2012
Ds :
Ibu
klien mengatakan An.A badanya panas semakin tinggi sudah tiga hari.
Do ;
S : 38,6
0 C
N :
100x/mnt
RR :
20x/menit
Badan
teraba hangat
Proses
penyakit Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
Senin, 15 Oktober 2012
Ds :
Ibu mengatakan
sejak panas an. A ,malas minum dan makan
Do :
- Mukosa
bibir kering
- Mata
terlihat cekung
- Turgor
kulit cukup.
- Perdarahan
bawah kulit (pticie).
- Ht :
35,3 %
- Trombosit : 19.50 rb/mmk
- Balance
cairan : - 354 cc Out put berlebih akibat Peningkatan permeabilitas kapiler
Ganguan kesembangan cairan
Ganguan kesembangan cairan
Senin,
15 Oktober 2012
Ds :
Ibu
klien mengatakan An. A badanya lemas dan lemah
Do:
Klien
terlihat lemah
Klien
hanya di tempat tidur
ADL
dibantu sepenuhnya oleh Ortu Kelemahan Intoleransi Aktifitas
Senin,
15 Oktober 2012
Ds :
Ibu
mengatakan anaknya rewal sejak dibawa ke Rs. Terutama saat didatangi oleh
dokter dan perawat.
Do :
pada
saat perawat datang An. A menangis.
Anak
rewel dan tidak kooperatif dengan tindakan keperawatan Hospitalisasi Kecemasan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama :
An. A
Umur : 6
tahun
No. DP Hari/tanggal
Tujuan/ KH intervensi rasional
1.
Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam
diharapkan
volume
cairan adekuat dgn KH;
- Mukosa
bibir lembab
- TTV
dalam batas normal
-
Haluaran urine normal
1
Kaji tanda – tanda dehidrasi
Minitor
TTV
Motivasi
klien untuk banyak minum air putih kurang lebih 600-800 ml/hari.
Catat
intake dan output dan hitung balance cairan
Berikan
cairan tambahan infuse ZA ½ N 15 tetes/menit
Timbang
BB tiap hari.
-
Deteksi dini dapat mencegah terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan
menentukan pilihan intervensi
-
Mengetahui ketidak adekuatan perfusi gagal
-
Mengganti cairan yang hilang.
-
Kehilangan urine yang berlebihan dapat menunjukkan terjadi dehidrasi.
-
Mengganti cairan yang hilang.
-
Penambahan BB cepat dapat menimbulkan edema pulmonal.
2.
Senin, 15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
hipertermi
teratasi dgn KH;
- Suhu
tubuh normal : 36-37 Oc
-
Keluhan panas berkurang/turun
1.
Berikan kompres air biasa
2.
Monitor TTV terutama suhu
3.
anjurkan banyak minum air putih kurang lebih 600-800 ml/hari.
4. anjurkan
memakai pakaian yang tipis.
5.
berikan antibiotik/ antipiretik sesuai program:
- sanmol
3x11/2 sendok teh
-
amoxsan 3x250 mg i.v.
-
kalmetason 3x1/2 ampul - Memberikan pengeluaran panas dengan cara konduksi
- Untuk
mengetahui keadaan umum pasien
-
Mengganti cairan yang hilang akibat evaporasi
-
Memberikan rasa nyaman memperbesar penguapan
-
Menurunkan panas
3 Senin,
15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuannya dgn KH:
- Klien
dapat beraktivitas secara minimal
- Banyak
gerak
1.
observasi adanya takikardi, pusing, berkeringat dan perubahan warna
kulit.
2. bantu klien dalam aktivitas
sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi anak.
3. bantu pada aktivitas yang memerlukan
kerja fisik.
4.
berikan aktivitas bermain sebagai pengalihan yang sesuai dengan
toleransi. - Informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan membantu menentukan
kebutuhan intervensi
-
Keseimbangan antara kemampuan anak dan aktivitas yang dilakukan akan mempertahankan
tingkat energi anak
-
Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai batas normal.
-
Mencegah kelelahan dan tetap memberikan stimulasi bagi tumbangnya.
4 Senin,
15 Oktober 2012 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan kecemasan
anak berkurang dgn KH:
- Anak
tidak menangis saat bertemu dengan petugas kesehatan
- Anak mau
diajak bermain oleh perawat
- Anak
kooperatif saat dilakukan tindakan keperawatan \
1. Kaji
tingkat ansietas
2. Bina
hubungan saling percaya dengan klien/ortu
3.
Libatkan ortu pada setiap tindakan keperawatan
4.
Pertahankan kontak kepada anak/ortu dengan pendekatan kondusif (bermain).
5. Berikan
mainan sesuai dengan kesukaan anak
-
Menentukan pilihan intervensi
-
Meningkatkan kerja sama
-
Mengurangi kecemasan anak
-
Meningkatkan kerja sama
-
Berguna mengalihkan perhatian
IMPLEMENTASI
Nama : An. C
Nama : An. C
Umur : 6
tahun
Hari/Tgl
No
DP
Implementasi Respon Klien Ttd
Senin,
15 Oktober 2012
1 - Memberikan
kompres air biasa Panas berkurang.
2 -
Memonitor TTV terutama suhu S : 38,6 Oc
RR :
20x/mnt
N:
100x/mnt
1 -
Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr. Minum
sedikit
Mukosa
bibir kering
1 -
Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis Klien menggunakan kaos yang tipis
Klien tampak tenang
Klien tampak tenang
1 -
Memberikan antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan
kalmetason ½ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 -
Mencatat dan menghitung balance cairan BC : - 354 cc
2 -
Mengganti cairan cairan tambahan infus ZA ½ N 15 tpm infus ZA ½ N masuk 15 tpm
2 - Menimbang
BB klien BB : 14,5 kg
3 -
Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak tenang dan nyaman
3 -
Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas
sehari-hari Ibu mengatakan An.A masih lemah dan anak tampak lemah
Hari/Tgl
No
DP
Implementasi Respon Klien Ttd
Selasa, 16-10-12
1 -
Memberikan kompres air biasa Panas berkurang.
1,2 -
Memonitor TTV terutama suhu S : 37,5 oC
1,2,3 -
Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr.
Klien diberi minum
Klien
Minum sedikit hanya ½ gelas
Mukosa
bibir kering
1 -
Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis Klien menggunakan kaos dalam yang
tipis
1 -
Memberikan injeksi antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan
kalmetason
½ ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 -
Memberikan cairan tambahan infuse ZA ½ N 20 tpm Infuse masuk 20 tpm
2 -
Memonitor hasil pemeriksaan elektrolit dan hematokrit Program dilanjutkan
2 - Menimbang
BB klien BB : 14,5 kg
3 -
Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak nyaman
3 -
Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas
sehari-hari Ibu mengatakan An.A masih lemah dan anak tampak lemah tapi klien sudah
mau duduk ditempat tidur dengan petugas kesehatan.
Hari/Tgl
No
DP
Implementasi Respon Klien Ttd
Rabu, 17-10-12
1 -
Memberikan kompres air biasa Panas turun
1,2 -
Memonitor TTV terutama suhu S : 37 oC
1,2,3 -
Menganjurkan dan memotivasi banyak minum air putih krg lbh 600 – 800ml/hr.
Klien diberi minum
Klien
Minum sedikit hanya ½ gelas dan minum jus jambu ¼ gelas.
1 -
Menganjurkan kepada ortu untuk memakai pakaian yang tipis pada anaknya.
1 - Klien menggunakan kaos yang tipis dan klien
tampak tenang
1 -
Memberikan injeksi antibiotic/antipiretik (sanmol 1 ½ sth, amoxsan 250 mg dan kalmetason
½ ampul i.v. Obat masuk dan tidak terdapat tanda-tanda alergi
2 -
Memberikan cairan tambahan infuse ZA ½ N 20 tpm Infuse masuk 20 tpm
2 - Menimbang
BB klien BB : 14,5 kg
3 -
Membantu dan melibatkan keluarga untuk membantu klien dalam aktivitas
sehari-hari Ibu
3 - mengatakan
An.C masih lemah dan anak tampak lemah tapi klien sudah mau duduk ditempat
tidur
3 -
Mengatur posisi klien dengan nyaman Anak tampak nyaman
EVALUASI
Nama :
An. A
Umur : 6
tahun
Waktu No
DP
Evaluasi Ttd
Kamis,
18-10-12
13.45 1
S : Ny.M mengatakan An.A panasnya sudah turun
O : An.
A sudah tidak panas
Suhu :
37 oC, Nadi : 88 x/menit, RR : 22 x/menit.
KU:
composmentis
A :
masalah teratasi
P :
pertahankan intervensi
Kamis,
18-10-12
13.45
S : ibu
klien menyatakan nafsu makan anaknya sudah mulai meningkat dan banyak minum
Porsi
makan habis
Minum
kurang lebih 4-5 gelas/hr
O : BB
masih 10 kg
A :
masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
Kamis 18-10-12
13.50
3 S :
Ny.M mengatakan An.A sudah tidak tiduran terus, An.A mau bermain sendiri sambil
duduk diatas tempat tidur.
An.A
mengatakan ingin pulang
O : An.A
terlihat duduk sambil bermain
An. A
kalau makan masih disuapin oleh ibunya.
A :
masalah teratasi sebagian
P :
Lanjutkan intervensi
Kamis
18-10-12
14.00
4 S : -
O : An.A
msih tampak takut jika dilakukan tindakan keperawatan
An.A
tidak rewel
Anak
tampak sudah kooperatif
Anak mau
diajak ngobrol dan bermain dengan petugas kesehatan.
A :
masalah teratasi
P :
pertahankan intervensi
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Hospitaliasi merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pasien dan
keluarga karena disana mereka akan berpisah dan perpisahan tersebut dapat
menyebabkan adanya kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dari kedua belah pihak
baik itu keluarga maupun pasien itu sendiri. Harus diingat juga bahwa apabila
pasien stress selama dalam perawatan, keluarga menjadi stress pula, dan stress
keluarga akan membuat tingkat stress pasien semakin meningkat karena pasien
adalah bagian dari kehidupan keluarga nya sehingga apabila ada pengalaman yang
mengganggu kehidupannya, keluarga pun merasa sangat stress. Dengan demikian,
perawatan tidak hanya berfokus pada pasien, tetapi juga pada keluarga.
Apabila perawat sudah memahami dampak dan akibat dari hospitalisasi maka
hendaknya kita sudah mengantisipasi dengan cara memberikan koping yang positif
kepada pasien dan keluarga agar tidak terjadi hal-hal seperti diatas. Dan tidak
hanya itu, apabila sudah mengalami tanda-tanda diatas maka yang seharusnya
dilakukan adalah dengan mengatasi stress, ansietas, ketakutan dan bahkan
kesedihan yang dialami pasien dan keluarga.
III.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran adalah sebagai berikut :
1. Untuk Keluarga
Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan dilakukan oleh
pasien akibat hospitalisasi, maka sebagai orang terdekat dengan pasien harus
memberikan support dan dorongan yang efektif kepada pasien agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Untuk Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara
teoritis maupun praktek tentang hospitalisasi agar dapat menerapkan dan
memberikan pelayanan yang efektif kepada pasien dan keluarga yang mungkin
mengalami stress, cemas, takut, sedih dan bahkan marah
3. Untuk Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah sakit dengan seindah
mungkin agar pasien tidak merasa takut dan gelisah berada dirumah sakit serta
agar pasien merasa nyaman berada dirumah sakit sehingga hal yang tidak
diinginkan tidak terjadi..
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilmu penyakit dalam, Jilid III, Edisi IV, Bab 390 (Demam Berdarah
Dengue), Penulis : Suhendro dan Leonard Nainggalon.
2.
Kapita Selekta Kedokteran , Jilid 1, Edisi III, Editor Arif Mansjoer dan
Kuspuji Trianti.
3. Gubler DJ. Kuno G Dengue and Dengue
Hemorragic Fever, New York, CAB International 1997
4. Depkes RI . Pedoman tatalaksana
klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan, Jakarta Departemen
Kesehatan RI 2005.
5. Asmadi, 2008. Konsep Dasar
Keperawatan. Jakarta : EGC
6. Carpenito, Lynda Juall.
(1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC
7. Perry & Potter.(2002).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC
8. Stuart, Gail W. 2007. Buku
Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC.
As reported by Stanford Medical, It's really the SINGLE reason this country's women live 10 years longer and weigh 19 kilos lighter than we do.
BalasHapus(And really, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING to do with "how" they are eating.)
BTW, What I said is "HOW", not "what"...
Click this link to find out if this quick questionnaire can help you unlock your true weight loss possibility